Jangan Remehkan Nikmat Alloh

“Jangan menganggap remeh nikmat Allah, meski itu sak upo, merasa tidak butuh, bisa jadi bala’ turun sebab hal itu. Kalau sampai membuang karena basi, maka itu bukannya tidak butuh tapi karena basi, tidak masalah.” (Abi)



Nikmat yang diberikan Allah kepada kita memang beragam, ada yang terkesan kecil ada yang terkesan besar. Namun yang mesti dilihat adalah bukan bentuk dari nikmat itu sendiri melainkan sosok yang memberi.

Jika kita diberi seseorang yang spesial sesuatu yang sebenarnya tidak begitu berharga, katakan kita dikasih orang yang kita cintai cincin seharga sepuluh ribu. Maka kita akan berusaha menjaga dan merawat cincin itu sebaik-baiknya. Sebab yang kita pandang bukannya cincin tapi si pemberi cincin.

Begitu juga dengan nikmat Allah. Jika kita benar-benar menganggap Allah sebagai sosok yang kita cintai, maka apapun bentuk pemberian Allah, entah itu terlihat besar atau sangat kecil, kita semestinya berusaha menjaga, merawat dan mempergunakan nikmat itu dengan semestinya.

Kita mesti sadar diri, bahwa apapun yang kita miliki adalah pemberian Allah, bukan semata hasil dari usaha yang kita lakukan. Kita sampai kapanpun butuh kepada Allah, butuh terhadap kasih sayang-Nya, butuh terhadap curahan nikmat-nikmatnya. Maka tidak elok jika dikala Allah telah sudi mencurahkan nikmat yang banyak kepada kita, lalu kita bersikap dengan satu sikap yang memberi kesan bahwa kita meremehkan nikmat Allah, merasa tidak butuh dengan nikmat itu. Islam sampai mengajarkan menjilati jemari selepas makan bukankah satu isyarat bahwa sekecil apapun itu, jika itu adalah nikmat yang berasal dari-Nya, tidak berhak dan tidak pantas bagi kita untuk meremehkannya. Maka jika kita sedang makan, ada makanan yang jatuh dan masih bersih semestinya kita ambil. Bapak ibu kita dulu bahkan sampai menjemur nasi sisa demi mengekspresikan rasa butuh dan tidak mengabaikan terhadap nikmat-Nya yang sebenarnya jika mereka membuangpun karena basi tidak mengapa, tapi lebih baik jika kita terpaksa harus membuang makanan, kita niatkan saja untuk sedekah dengan makhluq Allah yang lain.

Yang mengenaskan adalah seseorang yang tidak bisa mengukur kapasitas perutnya sendiri. Dikala ia makan, ia mengambil makannya sendiri, namun ia tidak berhasil memakannya dengan habis. Dikala di restoran, memesan makanan dan minuman ini itu demikian banyak, tapi semuanya hanya sekedar dicicipi rasanya. Hati-hati dengan hal ini, bisa jadi Allah cabut kenikmatan itu sehingga ia jatuh miskin. Tak usah gengsi menghabiskan makanan atau minuman yang kita pesan sampai habis tak bersisa, kalau perlu minta bungkus saja makanan yang masih banyak tersebut.

Ini bukan dalam kategori rakus, tapi bagaimana kita tidak membuangnya percuma, siapa yang mau memakan bekas sisa kita? Maka sadarlah wahai orang-orang kaya, makan adalah kebutuhan bukan gaya hidup. Sederhanalah dan pahami kapasitas perut anda sendiri. Tidakkah anda melihat diluar sana masih banyak orang yang untuk mendapatkan sesuap nasi saja begitu kesulitan.

Wallahu a’lam.

Peraturan Permainan Catur Menurut FIDE

Bagi sobat pencinta catur yang akan mengikuti turnamen catur untuk pertama kali baik catur cepat (blitz) ataupun catur standar. Berikut peraturan bermain catur menurut FIDE. Peraturan pertandingan catur ini merupakan peraturan dasar yang wajib diketahui dan diikuti oleh pemain catur saat mengikuti turnamen.

1. Bermain catur harus sportif dengan tidak menggangu konsentrasi lawan yang sedang berpikir, berjiwa atlet dengan selalu berpedoman pada semboyan Catur Gen’s Una Sumus yang artinya Kita Satu Keluarga.
2. Melangkah bergantian, pemain buah putih berjalan duluan, lalu kemudian pemain Buah Hitam.
3. Buah yang sudah dipegang harus dijalankan, terkecuali buah tersebut tidak mungkin untuk dijalankan.
4. Langkah yang dinyatakan sudah selesai, apabila tangan telah melepaskan buah yang dipegang.
5. Buah yang dipegang, dan menyentuh Buah lawan, harus dimakan/ditangkap, terkecuali buah tersebut tidak mungkin untuk dimakan/ditangkap.
6. Rokade ada dua cara, yaitu : Rokade panjang dan Rokade Pendek. Raja harus dipegang duluan, dengan ketentuan raja tidak diancam oleh buah Lawan
7. Raja dalam Keaadaan Terancam (Open), dan lawan Salah melangkah, Langkah Tersebut bisa diulang (langkah lain).
8. Bidak yang terdorong dua langkah, sejajar dengan buah lawan, terserah pemain yang bersangkutan dipukul atau Tidak (en passant).
9. Bidak Promosi, atau bidak di petak akhir harus diganti, terserah pemain yang bersangkutan.
10. Skak atau Ster, boleh dibilang dan boleh tidak.
11. Buah yang Dinyatakan Mat : Jika lawan menyerah, Raja lawan Mat, waktu berpikir sudah habis (jarum jam jatuh) .
12. Buah yang dinyatakan Remis (Draw): Persetujuan kedua belah pihak, Skak abadi 3 kali berturut – turut, bangunan Sama 3 kali berturut- turut, tidak Saling Memukul Selama 40 langkah.



Demikian peraturan dalam turnamen catur. Selamat bermain catur.

Teori Catur 02 Ide di Balik Opening

Langkah-langkah dalam setiap Opening selalu didasarkan pada ide-ide tertentu meskipun tidak selalu jelas. Ide-ide ini membentuk latar-belakang serta dasar-dasar dari setiap opening (Teori Catur 01 Prinsip Dasar Opening). Sementara itu langkah yang kita jalankan adalah merupakan bentuk konkret dari ide-ide tadi.


Lebih jelasnya adalah merupakan kombinasi dari teori dan tindakan yang merupakan prinsip dalam permainan catur. Karena langkah dalam permanian catur jauh lebih terstandar dari, katakanlah seperti dalam membangun sebuah rumah, namun teori yang diwakili oleh ide-ide tadi jauh lebih penting.

Untuk lebih memahami, mari kita lihat sebuah ilustrasi yang merupakan penyimpangan dari teori seperti 1. e4 f6? Jawaban Hitam adalah buruk, sangat buruk malah, dalam kenyataan bahwa jawaban Hitam tidak akan ditemukan dalam teori standar Opening. Apa yang harus dilakukan tentang hal itu? Pecatur yang telah hafal sejumlah besar berbagai Opening tanpa pemahaman, mereka akan bingung, ia bahkan tidak akan mampu memberikan alasan bagus mengapa langkah 1. … f6 buruk. Tapi bagi pecatur yang memahami teori Opening mengetahui bahwa Hitam telah mengabaikan sentrum, menghalangi langkah kuda yang merupakan petak terbaiknya, serta melemahkan posisi Raja nya sendiri, dengan demikian kita akan mampu untuk menghukum langkah lawan yang buruk tadi.

Banyak dari kita kurang menyadari bahwa sebenarnya Teori Opening didasarkan pada suatu asumsi tertentu yang pasti. Mereka cukup sederhana dan sekali dipelajari, tidak akan pernah terlupakan!

Mereka adalah:
1. Dalam posisi awal, Putih diuntungkan karena melangkah duluan, Akibatnya:
2. Persoalan Putih dalam Opening adalah untuk mengamankan posisi yang lebih baik, sementara
3. Persoalan Hitam adalah untuk mengamankan keseimbangan.

Cukup sederhana ya.

Hingga sekarang, tidak ada yang menemukan metode untuk menentukan nilai-nilai yang lebih tinggi untuk memahami “Teori Opening” selain dari pada “Mempraktikkan” apa yang telah diperlajari. Karena "Teori" tidak lain hanyalah "Praktik yang baik."

Ada dua Konsep Dasar dalam pembukaan: Pengembangan dan Sentrum. Pengembangan adalah menempatkan perwira keluar. Sentrum terdiri dari empat petak geometris di tengah papan (d4, e4, d5 dan e5). Prinsip dasarnya adalah dalam Opening penting untuk mengembangkan perwira secara harmonis dan sedemikian rupa juga untuk mengamankan posisi yang paling menguntungkan di sentrum.

Dengan pengetahuan yang semakin dalam ada sepuluh aturan praktis yang kita kembangkan lagi dari 
Teori Catur 01 Prinsip Dasar Opening, yang mencakup 5 Aturan Dasar dalam Opening.

Aturan-aturan ini adalah:
1. Bukalah dengan bidak raja atau bidak menteri.
2. Jika memungkinkan, kembangkanlah langkah yang mengancam langsung.
3. Mengembangkan kuda sebelum gajah.
4. Pilih petak yang paling sesuai untuk perwira dan mengembangkan di sana dilanjtkan dengan perwira yang lain.
5. Membuat satu atau dua langkah bidak dalam Opening, tidak lebih.
6. Jangan mengeluarkan menteri terlalu pagi.
7. Rokade sesegera mungkin, sebaiknya di sayap Raja.
8. Bermainlah untuk mendapatkan pengawasan sentrum.
9. Selalu mencoba untuk mempertahankan setidaknya satu bidak di sentrum.
10. Jangan melakukan pengorbanan tanpa alasan yang jelas dan memadai.

Untuk poin 10 bisa kita bahas lebih lanjut, jika mau melakukan pengorbanan bidak dalam opening harus ada salah satu dari empat alasan:
a) aman, serta memiliki keuntungan yang nyata dalam perkembangan perwira
b) membelokkan menteri lawan
c) mencegah lawan dari rokade, baik secara permanen atau beberapa langkah kedepan
d) membangun serangan yang kuat.

Akhirnya, perlu diingat bahwa ada dua pertanyaan yang harus dijawab untuk setiap langkah yang dimainkan:
1. Bagaimana hal itu mempengaruhi pusat?
2. Bagaimana itu berpengaruh pada perkembangan perwira dan bidak saya yang lain?

Setiap langkah yang sesuai dengan prinsip dasarnya adalah "normal", seperti menjalankan 1. e4 menempatkan bidak di sentrum dan membantu perkembangan sayap raja. Sedangkan Setiap langkah yang tidak normal yang tidak sesuai dengan prinsip dasar seperti 1 a4, yang tidak membantu perkembangan dan sentrum. Demikian pula, setelah 1 e4 e5 2 Nf3 mengembangkan dan mengancam petak sentrum, adalah normal, sedangkan 2 b3, yang mengembangkan perwira relatif tidak penting, dan tidak mempengaruhi pusat, adalah tidak normal. Kita akan mudah memikirkan banyak contoh-contoh serupa.

Dalam sejumlah Opening modern - seperti Pertahanan Alekhine dan Sistem Catalan – permainan sayap ternyata sangat sukses meskipun kontradiksi dengan prinsip Opening yang baik. Kontradiksi tersebut dapat dipahami dengan mempertimbangkan unsur yang permanen. Misalnya, pada Pertahanan Alekhine, Putih memungkinkan untuk membangun bidak sentrumyang kuat, Hitam bukannyamenganggap bahwasentrum Putih buruk, tetapi karena ia yakin bahwa ia akan mampu menghancurkan sentrum Putih baik cepat atau lambat, Nah! Akibatnya, antara lain di beberapa Opening, kita harus menganalisa berapa lama keuntungan yang diberikan akan berlangsung.

Nuansa lain adalah transposisi, yang cukup umum pada Opening Bidak Menteri. Penting untuk dijelaskan tentang meng-evaluasi posisi yang terjadi dalam Opening. Tentu saja, didasarkan pada analisis umum dalam posisi apapun. Analisis umum adalah seperti melibatkan faktor-faktor: materi, struktur bidak, mobilitas, keamanan Raja sertakombinasi. Dalam kebanyakan Opening (kecuali gambit) hanya struktur bidak dan mobilitas yang benar-benar penting. Sentrum adalah hal khusus dari mobilitas, bagi yang yang memiliki pengawasan dari sentrum secara otomatis memiliki lebih banyak kebebasan bergerak untuk perwiranya.

Kadang-kadang jika diamati bahwa ide-ide yang di dasarkanpada Opening tertentu sering dihindari sama sekali dalam praktiknya. Itu karena ide bukanlah hukum yang harus ditaati tetapi panduan petunjuk saja. Strategi, yang merupakan tubuh dari ide, hanya berlaku sebagai kerangka kerja. Taktik, variasi dari setiap individu, adalah apa yang masuk ke dalam kerangka tadi, itulah sebabnya mengapa hasilnya sering bervariasi dari konsepsi asli. Makin bingung ya.. hehe.

Teori Catur 01 Prinsip Dasar Opening

Untuk dapat melangkah lebih jauh, perlu suatu pemahaman tentang Prinsip Dasar Dalam Opening. Seperti layaknya dalam mempelajari Bela Diri, perlu pemahaman dalam pemantapan yang disebut dengan kuda-kuda. Tanpa Pemahaman tentang Prinsip Dasar, akan sulit bagi kita mencapai suatu level sebagai pemain kuat.

A. Dalam tahap Pembukaan dikenal 5 aturan standar:

1. Duduki atau awasi sentrum. Yang dimaksud sentrum disini adalah petak pusat di d4 atau e4 (Putih) serta petak d5 atau e5 (Hitam)
2. Jangan melangkah dua kali untuk buah yang sama kecuali dalam Opening Alekhine, Hal ini bertujuan mengusahakan pengembangan perwira secepat mungkin, dan jangan gerakkan perwira anda ke petak yang mudah diusir lawan
3. Keluarkan Kuda terlebih dahulu baru Gajah kecuali menggunakan opening fianchetto. Pada Teori Catur Hypermodern, opening dititik beratkan pada pengawasan sentrum dari pada menduduki sentrum itu sendiri, dimana sentrum akan diawasi melalui fianchetto! (fianchetto artinya meletakkan gajah pada petak b2 atau g2 (Putih) dan b7 atau g7 (Hitam)).
4. Jangan mengeluarkan Menteri terlalu pagi.
5. Segeralah Rokade bila keadaan memungkinkan. Kita melakukan rokade bukan karena bisa tetapi karena suatu kebutuhan untuk mengamankan Raja. Banyak pemain kuat segera melakukan rokade walaupun ada kesempatan yang lebih baik dari pada rokade. Hal ini disebabkan belum terbiasanya membagi perhatian antara pertahanan (keamanan Raja) dengan peluang yang ada. Biasanya hal yang menyusahkan bila kita terlambat untuk rokade adalah seperti contoh yang ditunjukkan di bawah ini.

 
Check Benteng yang membuat susah

Ada kalanya juga kita tidak perlu sama sekali rokade seperti yang ditunjukkan berikut ini.

Raja Hitam cukup aman

B. Peran Benteng dalam Opening


Benteng sangat berperan dalam menguasai jalur setengah terbuka maupun jalur terbuka. Bantuan bidak sangat dibutuhkan disini dalam memberi jalan buat Benteng untuk dapat berperan aktif. Salah satunya adalah serangan bidak dalam menghancurkan formasi bidak lawan.

Sebagai catatan walau kita belum mampu menghancurkan formasi bidak lawan tersebut karena kuatnya formasi bidak lawan, tetapi setidaknya bidak kita mampu memberikan tekanan terhadap posisi lawan.

Benteng sangat terasa sekali terutama dalam fase endgame, namun peran Benteng sering diabaikan dalam opening dimana kuda dan Gajah sangat berperan aktif dalam fase opening.

Cukup sulit untuk melibatkan Benteng dalam tahap awal tanpa peran Bidak dalam membuka jalur bagi sang Benteng. Hal yang tidak lazim adalah dengan meletakkan Benteng di depan bidak karena Benteng akan mudah diusir oleh perwira lawan baik, oleh Bidak, Kuda maupun Gajah.




C. Formasi Bidak menentukan Arah Serangan

Sebagai pemula kita sering kehilangan arah untuk membuat planning. Kadang kita bingung mau jalanin apalagi ya. Untuk pemain top, kehilangan 1 langkah bisa membuat kekalahan.
Kita tidak mungkin untuk menguasai seluruh opening yang ada kecuali kita belajar catur dari umur 3 tahun! Hal ini jangan membuat patah semangat melihat usia kita sudah tidak muda lagi hehehe....

Pelajarilah beraneka ragam formasi bidak karena formasi bidak menentukan arah serangan. Kadang ada beberapa opening yang berbeda tetapi menghasilkan formasi bidak yang hampir sama, nah!

Diagram Ahli Waris


Ilmu Faraid itu Lengkap Lugas Tuntas

Subhanallah, Maha Benar Allah dengan segala firmanNya. Kewarisan menurut syariat Islam “hanya” diatur dalam 3 ayat. Jika ditambahkan ketentuan tentang “reward and punishment” melaksanakan atau tidak melaksanakan sistem hukum waris Islam, maka kewarisan menurut syariat Islam hanya diatur dalam 5 ayat saja.

Meskipun singkat, sistem hukum waris Islam sangat lengkap, lugas dan tuntas. Hal-hal pokok yang mencakup syarat, rukun, dan sebab kewarisan hanya” diatur dalam 3 ayat dari Surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176. Khusus untuk penghalang atau penggugur kewarisan, penjelasan ditemukan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketiga ayat tersebut juga menjelaskan secara lengkap dan gamblang tentang kedudukan ahli waris, bagian dari setiap ahli waris, dan kondisi bagian dari setiap ahli waris.

Siapa saja dari keluarga besar dari pewaris (mayit atau orang yang meninggal) yang berhak masuk dalam daftar nominasi ahli waris juga diatur dalam ketiga ayat tersebut. Siapa di antara ahli waris yang paling kuat kedudukannya untuk mendapatkan harta waris dan siapa yang harus sabar masuk dalam “waiting list” juga sudah gamblang. Setiap ahli waris tidak perlu menjadi orang pintar untuk mengetahui apakah dirinya dapat atau tidak dapat bagian dari harta waris.



BAGIAN WARIS

Lalu, bagaimana dengan penetapan dan penghitungan bagian setiap ahli waris? “Njelimetkah”? “Matematika waris Islam” ternyata sangat sederhana dan hanya melibatkan 6 bilangan yang menjelaskan tentang bagian-bagian yang pasti (furudh muqoddaroh), yaitu 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6. Untuk menetapkan dan menghitung hak yang menjadi bagian dari ahli waris sama sekali tak diperlukan kalkulator scientific maupun software khusus. Sudah sejak 1400 tahun yang lalu umat Islam mempraktekkan perhitungan bagian ahli waris hanya mengandalkan matematika yang diajarkan di sekolah dasar.

Coba bandingkan dengan sistem hukum waris yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari segi jumlah pasal dan ayat, sudah pasti sistem hukum waris dalam KUH Perdata lebih banyak dibandingkan dengan sistem hukum waris yang diatur dalam Al-Qur’an. Meskipun lebih banyak dalam hal pasal dan ayat, sistem hukum waris dalam KUH Perdata tidak dapat diterapkan untuk semua umat manusia dengan sistem keluarga, sistem sosial, dan peradaban yang berbeda. Sebaliknya, meskipun sangat singkat, sistem hukum waris Islam berlaku mutlak untuk semua orang Islam meskipun hidup dengan sistem keluarga, sistem sosial, dan peradaban yang berbeda di zaman yang berbeda pula.

Ironisnya, meskipun Allah SWT telah memberikan wasiat tentang menyelesaikan masalah kewarisan, kondisi saat ini ilmu kewarisan Islam (faraidh) adalah minim kajian, sepi peminat, terpinggirkan, dan desakralisasi. “Nasib” ilmu kewarisan Islam sudah bisa dibaca oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagaimana dalam hadits sebagai berikut :

“Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pelajarilah al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang. Dan pelajarilah ilmu faraidh serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan (menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka” (HR. al-Nasa’i, Hakim dan Baihaqi).

Jika hukuman bagi orang Islam yang tidak melaksanakan penyelesaian harta waris menurut ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT adalah neraka dan kekal di dalamnya, mengapa ada penolakan sebagian orang Islam terhadap sistem hukum waris Islam? Saya tidak berminat untuk berandai-andai memberikan jawaban. Satu hal yang pasti, setiap orang yang shalat mengucapkan ikrar bahwa “sesungguhnya, shalatku, ibadahku, hidupku, matiku hanya milik Allah Tuhan sekalian alam.” Juga dalam shalat manusia memohon diberikan pentujuk “tunjukilah kami jalan yang lurus …..”. Dalam konteks penyelesaian harta waris, petunjuk dan jalan yang lurus yang diminta sudah diberikan.

Mengenal Ilmu Faraid

Dalam faraidh Islam, seseorang dapat menjadi ahli waris dari orang lain dikarenakan adanya salah satu dari tiga sebab, yaitu hubungan kekerabatan (hubungan nasab, hubungan darah), hubungan perkawinan, dan hubungan wala'. Hubungan wala' adalah hubungan kewarisan karena seseorang pernah membebaskan orang lain dari perbudakan (kemudian yang dibebaskan itu meninggal) sehingga yang membebaskan itu berhak mewarisi.

Mewarisi dapat terjadi jika dipenuhi tiga rukun. Pertama adalah adanya pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia. Kedua adalah adanya ahli waris, yaitu orang yang berhak untuk menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya salah satu sebab mewarisi seperti disebutkan di atas. Dan ketiga adalah adanya harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya.

Sementara itu, syarat terjadinya kewarisan ada tiga. Yang pertama adalah matinya pewaris, baik mati haqiqy (sejati, sebenarnya, secara de facto), mati hukmy (menurut putusan hakim, secara de jure), atau mati taqdiry (menurut dugaan). Syarat kedua adalah hidupnya ahli waris pada saat kematian pewaris. Dan ketiga adalah tidak adanya penghalang dari mewarisi.

Adapun penghalang dari mewarisi adalah karena perbudakan (budak tidak memiliki hak mewarisi dari tuannya), karena pembunuhan (orang yang membunuh pewaris tidak berhak mewarisi hartanya), dan karena perbedaan agama (orang yang berbeda agama tidak bisa saling mewarisi).

Berdasarkan pendapat jumhur (kebanyakan) ulama, dalam menerima harta warisan, para ahli waris memiliki prioritas penerimaan warisan menurut susunan berikut:
1. Ashhabul-Furudh (Nasabiyah dan Sababiyah);
2. ‘Ashabah Nasabiyah;
3. Radd kepada Ashhabul-Furudh;
4. Dzawil-Arham;
5. Radd kepada salah seorang suami-isteri;
6. Ashabah Sababiyah (Maulal-‘ataqah);
7. ‘Ashabah laki-laki dari Maulal-‘ataqah;
8. Orang yang didakukan nasabnya kepada orang lain;
9. Orang yang menerima wasiat melebihi 1/3 harta peninggalan; dan
10. Baitul Maal.

Dalam praktek pembagian warisan, ahli waris yang dijumpai umumnya hanya terdiri dari golongan ashhabul-furudh dan 'ashabah. Dengan ditambah dengan pengetahuan prinsip hijab yang ada dalam faraidh Islam, maka penyelesaian masalah pembagian harta warisan akan menjadi mudah, cukup dengan menggunakan hitungan pecahan sederhana. Untuk itu pada tulisan ini pembahasan hanya sampai pada ahli waris ashhabul-furudh, 'ashabah dan prinsip hijab. Pembahasan lainnya, insyaallah, akan diberikan pada tulisan selanjutnya.

ASHHABUL FURUDH

Ashhabul-furudh adalah semua ahli waris yang mendapat bagian (fardh) tertentu seperti tertulis dalam Al-Qur'an, Surat An-Nisa' ayat 11, 12, dan 176, yaitu 1/2 (setengah), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga), 1/3 (sepertiga), dan 1/6 (seperenam). Karena keterbatasan ruang, terjemahan ketiga ayat ini tidak dimuat di sini. Kepada pembaca, dipersilakan membuka Al-Qur'an. Ditinjau dari jenis kelamin, ahli waris ashhabul-furudh yang perempuan terdiri dari isteri, anak perempuan, cucu perempuan (dari keturunan anak laki-laki), saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapak, saudara perempuan seibu, ibu, dan nenek (dari pihak ibu maupun dari pihak bapak). Sementara yang laki-laki terdiri dari suami, bapak, kakek (bapak dari bapak), dan saudara laki-laki seibu. Semua ashhabul-furudh yang disebutkan ini adalah ashhabul-furudh nasabiyah (karena hubungan nasab), kecuali suami dan isteri yang termasuk ashabul-furudh sababiyah (karena hubungan perkawinan). Dari rincian ini ternyata kebanyakan ahli waris yang mendapat bagian yang sudah jelas menurut Al-Qur'an adalah perempuan. 


Ditinjau dari bagian (fardh) yang akan diperoleh, maka ashhabul-furudh yang menerima bagian setengah ada lima orang, yaitu
1. seorang anak perempuan (jika tidak bersama-sama dengan anak laki-laki),
2. seorang cucu perempuan keturunan anak laki-laki (jika tidak ada cucu perempuan atau cucu laki-laki keturunan anak laki-laki),
3. suami (jika tidak ada anak),
4. seorang saudara perempuan kandung (jika tidak ada saudara laki-laki kandung), dan
5. seorang saudara perempuan sebapak (jika tidak ada saudara laki-laki sebapak).

Bagian seperempat adalah untuk dua macam ahli waris, yaitu
1. suami (jika ada anak) dan
2. isteri (jika tidak ada anak).

Sementara itu, fardh seperdelapan hanya diperuntukkan bagi seorang ahli waris, yaitu isteri jika memiliki anak.

Adapun ahli waris yang mendapat dua pertiga ada empat macam, yaitu
1. dua orang anak perempuan atau lebih (jika tidak ada anak laki-laki),
2. dua orang cucu perempuan atau lebih (jika tidak ada cucu laki-laki atau anak perempuan),
3. dua orang saudara perempuan kandung atau lebih (jika tidak ada saudara laki-laki kandung), dan
4. dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih (jika tidak ada saudara laki-laki sebapak, anak perempuan, cucu perempuan, dan saudara perempuan kandung).

Bagian sepertiga dimiliki oleh dua macam ahli waris, yaitu
1. ibu (jika tidak ada anak, atau tidak ada dua orang saudara atau lebih, baik kandung, sebapak, maupun seibu) dan
2. dua orang atau lebih saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan.

Terakhir, bagian seperenam menjadi hak dari tujuh macam ahli waris, yaitu
1. bapak (jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki),
2. ibu (jika ada anak, atau ada dua saudara atau lebih),
3. kakek (jika ada anak laki-laki, dan tidak ada bapak),
4. nenek (jika tidak ada ibu),
5. saudara laki-laki seibu atau saudara perempuan seibu (jika seorang diri dan tidak ada anak, bapak, dan kakek),
6. cucu perempuan (jika bersama seorang anak perempuan), dan
7. saudara perempuan sebapak (jika bersama dengan saudara perempuan kandung).

'ASHABAH NASABIYAH

Kelompok ahli waris kedua adalah 'ashabah nasabiyah. 'Ashabah nasabiyah adalah ahli waris yang memiliki hubungan nasab yang tidak mendapat bagian yang tertentu jumlahnya, tetapi mendapatkan sisa ('ushubah) dari ashhabul-furudh atau seluruh harta jika ternyata tidak ada ashhabul-furudh sama sekali. Apabila sudah tidak ada sisa sedikit pun, maka mereka ('ashabah) tidak mendapatkan apa-apa. 'Ashabah nasabiyah dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu ashabah bin-nafsi, ashabah bil-ghair, dan ashabah ma'al-ghair.

'Ashabah bin-nafsi adalah kerabat laki-laki yang dihubungkan dengan pewaris tanpa diselingi oleh orang perempuan. 'Ashabah jenis ini menerima harta warisan menurut prioritas empat jurusan sebagai berikut:
1. jurusan anak (bunuwwah, yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki, dan seterusnya ke bawah), kemudian
2. jurusan bapak (ubuwwah, yaitu bapak, kakek, dan seterusnya ke atas), kemudian
3. jurusan saudara (ukhuwwah, yaitu saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki sebapak, anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung atau keponakan kandung, anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak atau kepnakan sebapak, dan seterusnya ke bawah), dan terakhir
4. jurusan paman ('umumah, yaitu paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki dari paman kandung atau sepupu laki-laki kandung, anak laki-laki dari paman sebapak atau sepupu laki-laki sebapak, dan seterusnya ke bawah).

Adapun 'ashabah bil-ghair, mereka adalah setiap perempuan yang memerlukan orang lain (yaitu laki-laki) untuk menjadikan mereka 'ashabah dan untuk bersama-sama menerima 'ushubah. Ashabah bil-ghair terdiri dari empat orang perempuan ashhabul-furudh yang bagian mereka 1/2 jika seorang diri dan 2/3 jika lebih dari seorang. Mereka itu adalah anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak. Keempat orang ini menjadi 'ashabah jika bersama-sama dengan saudara laki-lakinya masing-masing yang sederajat, yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki, saudara laki-laki kandung, dan saudara laki-laki sebapak. Orang yang menjadikan keempat perempuan ini 'ashabah bil-ghair disebut mu'ashshib. Setiap pasangan ini, misalnya anak laki-laki dengan anak perempuan, mendapatkan sisa harta setelah ashhabul-furudh dengan perbandingan bagian seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan.

Sementara itu, 'ashabah ma'al-ghair adalah setiap perempuan yang memerlukan orang lain (juga perempuan) untuk menjadikannya 'ashabah, tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam menerima 'ushubah (sisa). Mu'ashshib (orang yang menjadikan 'ashabah) tetap menerima bagian menurut fardh-nya sendiri. 'Ashabah ma'al-ghair hanya terdiri dari dua orang perempuan dari ahli waris ashhabul-furudh, yaitu saudara perempuan kandung dan saudara perempuan sebapak. Kedua orang ini menjadi 'ashabah ma'al-ghair jika bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan, tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, dan tidak ada saudara laki-lakinya, sebab kalau ada saudara laki-lakinya, mereka menjadi 'ashabah bil-ghair.

PRINSIP HIJAB

Faraidh Islam mengenal adanya hijab. Hijab adalah keadaan terhalangnya seorang ahli waris untuk mendapatkan bagian dikarenakan adanya ahli waris lain, sehingga ia kehilangan bagian sama sekali (disebut hijab hirman), atau bagiannya menjadi berkurang (disebut hijab nuqshan). Orang yang keberadaannya menyebabkan terhalangnya orang lain mendapatkan bagian disebut hajib, sedangkan orang yang terhalang tersebut dinamakan mahjub.

Adapun ahli waris yang tidak pernah mahjub berjumlah enam orang, yaitu anak laki-laki, bapak, suami, anak perempuan, ibu, dan isteri. Artinya, keenam orang ini tidak pernah terhalang oleh orang lain dalam menerima warisan. Ahli waris selain keenam orang ini ada dua kemungkinan, dalam satu keadaan dapat menerima bagian, tetapi dalam keadaan lain bisa menjadi mahjub.
Ahli waris laki-laki yang dapat menjadi mahjub adalah sebagai berikut:
1. kakek terhalang oleh bapak; saudara laki-laki kandung terhalang oleh bapak, anak laki-laki, dan cucu laki-laki;
2. saudara laki-laki sebapak terhalang oleh saudara laki-laki kandung, penghalang saudara laki-laki kandung, dan saudara perempuan kandung yang menjadi 'ashabah ma'al-ghair;
3. saudara laki-laki seibu terhalang oleh bapak, kakek, dan anak;
4. cucu laki-laki terhalang oleh anak laki-laki;
5. keponakan laki-laki kandung terhalang oleh saudara laki-laki sebapak dan semua penghalang saudara laki-laki sebapak;
6. keponakan laki-laki sebapak terhalang oleh keponakan laki-laki kandung dan semua penghalang keponakan laki-laki kandung;
7. paman kandung terhalang oleh keponakan laki-laki sebapak dan semua penghalang keponakan laki-laki sebapak;
8. paman sebapak terhalang oleh paman kandung dan semua penghalang paman kandung;
9. sepupu laki-laki kandung terhalang oleh paman sebapak dan semua penghalang paman sebapak;
10. sepupu laki-laki sebapak terhalang oleh sepupu laki-laki kandung dan semua penghalang sepupu laki-laki kandung.

Sementara itu, ahli waris perempuan yang dapat menjadi mahjub adalah sebagai berikut:
1. nenek terhalang oleh ibu;
2. cucu perempuan terhalang oleh anak laki-laki, dan dua orang atau lebih anak perempuan;
3. saudara perempuan kandung terhalang oleh bapak, anak laki-laki, dan cucu laki-laki;
4. saudara perempuan sebapak terhalang oleh saudara laki-laki kandung, saudara perempuan kandung yang menjadi 'ashabah ma'al-ghair, dua saudara perempuan kandung atau lebih, dan semua penghalang saudara perempuan kandung;
5. saudara perempuan seibu terhalang oleh bapak, kakek, dan anak.

CONTOH KASUS

Untuk memberikan gambaran penyelesaian masalah, diberikan beberapa contoh kasus pembagian warisan yang hanya melibatkan ahli waris dari kedua golongan ini.

Contoh pertama, seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan isteri, empat anak perempuan, tiga anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan kandung. Maka
(a) isteri mendapat 1/8 (karena ada anak),
(b) saudara perempuan kandung terhalang oleh anak laki-laki,
(c) anak laki-laki dan perempuan berbagi sisa (yaitu 7/8 setelah diambil isteri) dengan perbandingan 2:1. Jadi, tiga anak laki-laki mendapat (3 x 2)/((3 x 2) + 4) x 7/8, yaitu 6/10 x 7/8 = 42/80, dan ini dibagi tiga sama rata. Sementara empat anak perempuan memperoleh 4/10 x 7/8 = 28/80, dan ini dibagi empat sama rata.

Contoh kedua, seorang perempuan wafat dengan meninggalkan suami, ibu, seorang anak perempuan, dan seorang saudara laki-laki kandung. Maka
(a) suami mendapat 1/4 (karena ada anak),
(b) ibu mendapat 1/6 (karena ada anak),
(c) anak perempuan mendapat 1/2 (karena seorang diri), dan
(d) sisanya, yaitu 1/12, menjadi bagian saudara laki-laki sebagai 'ashabah.

Terima kasih ilmunya untuk Ust. Yani ^_^